Review kamera mirrorless Nikon 1 J3 Tanggal publikasi: 03-09-2013 11:33:39, Kontributor: Erwin Mulyadi
Nikon 1 J3 adalah kamera generasi ketiga di seri J, sebagai produk kamera mirrorless Nikon 1 di kelas menengah yang harga jualnya di kisaran 6 jutaan rupiah. Peningkatan dari J2 ke J3 salah satunya adalah resolusi sensornya dari 10 MP ke 14 MP. Di review kali ini akan dibahas mengenai tinjauan fisik, fitur utama, kesan saat pemakaian, pengujian ISO dan jelajah menu. Tapi sebelum kesana, kita tinjau dulu sekilas pengantar review ini.
Satu hal yang membuat saya tertarik akan Nikon 1 adalah ukuran sensornya. Kamera mirrorless lain sudah mencoba membuat kamera yang lebih kecil dari DSLR, dengan tetap mempertahankan sensor yang ukurannya seperti DSLR (antara Four Thirds atau APS-C). Dengan sensor yang tetap besar, mereka menemui kesulitan saat akan mendesain lensa yang lebih kecil. Nikon punya strategi sendiri dalam membuat kamera mirrorless dengan memakai sensor yang lebih kecil, yaitu 1 inci (itu sebabnya dinamakan Nikon 1) dan menamakan ukuran baru ini dengan nama CX. Lensa baru dengan CX-mount bisa dibuat lebih kecil dan ini membuat misi ‘miniaturisasi’ Nikon berhasil. Ukuran sensor yang dipilih Nikon ini membuat sulit Nikon sendiri dalam mendesain lensanya. Kenapa? Walau bisa membuat lensa jadi kecil, tapi crop factor format CX yang 2,7x membuat desain fokal lensa harus lebih wide lagi. Untuk bisa memberikan sudut gambar yang sama dengan lensa 28mm, Nikon harus membuat lensa 10mm dengan format CX. Jadilah lensa kit Nikon 1 adalah 10-30mm dan yang terbaru adalah 11-27.5mm, yang dipakai di review kali ini.
Tinjauan fisik
Kamera Nikon 1 J3 tergolong berukuran kecil, dalam kondisi tanpa lensa sangat mudah untuk dimasukkan ke saku baju. Di bagian depan hanya ada tombol untuk melepas lensa dan sebuah lampu multifungsi. Di bagian belakang ada layar LCD 3 inci resolusi 921.000 piksel, berbagai tombol dan roda kendali untuk mengatur setting. Di bagian atas ada roda mode kamera, tombol power, tombol shutter dan tombol rekam video. Kamera berbobot hanya 200 gram ini punya lampu kilat built-in, satu slot kartu memori jenis SD dan baterai EN-EL20 Lithium Ion kapasitas 1020 mAh. Tidak ada tombol ISO, juga tidak ada jendela bidik maupun flash hot-shoe di kamera ini, demikian pula layarnya bukan sistem layar lipat atau layar sentuh.
Tampak depan :
Tampak atas :
Tampak belakang :
Tampak mount CX, sensor 1 inci dan belakang lensa saat dilepas :
Saat lensa tidak terpasang, bisa terlihat bagian sensor dan pin kontak data di mount kamera ini. Tidak ada kopling mekanik layaknya kamera DSLR Nikon, karena semua kendali motor fokus dan pengaturan aperture dilakukan secara elektronik. Pada lensa kit Nikkor 11-27.5mm f/3.5-5.6 yang disediakan, ada tombol untuk membuka kunci zoom, dimana posisinya ada di sebelah penunjuk fokal 11mm. Dengan menekan tombol ini dan memutarnya ke angka 11, secara tidak langsung juga berfungsi sebagai on-off kamera, praktis sekali. Lensa kit dengan diameter 40.5mm ini juga punya ring untuk filter, dan memakai mount logam bukan plastik.
Fitur utama
Sebagai kamera yang dirancang untuk berbeda dengan pesaing yang lebih dulu hadir, Nikon menekankan kemampuan dalam hal kinerja yang cepat. Nikon 1 memiliki kemampuan untuk memotret kontinu sampai 15 fps dengan auto fokus, atau 60 fps bila auto fokus dikunci di foto pertama. Auto fokusnya juga sangat cepat, dengan 41 area yang bekerja dengan sistem hybrid (deteksi fasa dan deteksi kontras). Fitur lain seperti HD video 1080 60i dan slow motion hingga 1200 fps (ukuran kecil) atau 400 fps (ukuran sedang) dan ada fitur motion snapshot bagi yang menyukai.
Tampilan menu di LCD :
Tampilan saat playback mode :
Fitur fotografi kamera ini juga sudah cukup lengkap, seperti mode PASM (dibahas nanti), RAW file format dan berbagai filter untuk efek kreatif. Sensitivitas sensor dimulai dari ISO 160, dan maksimum bisa hingga ISO 6400. Tidak ada ISO Hi atau ISO Lo di kamera ini. Peredam getar disediakan di lensa, sayangnya lensa kit yang diuji tidak ada fitur VR. Tapi saat kamera ini dipasangkan dengan lensa sapujagat Nikkor 10-100mm f/4-5.6 VR maka di menu bisa muncul opsi Optical VR : Normal, Active atau Off.
Pilihan VR (bila didukung oleh lensa yang dipasang) :
Kesan saat pemakaian
Desain kamera ini memang dominan kotak tanpa ada tonjolan sedikitpun untuk grip, sehingga agak beresiko selip bila kurang hati-hati saat menggenggam. Tapi saya rasakan tombol-tombol didesain untuk mudah diakses dengan jari dan tonjolan di bagian belakang membantu jempol kanan saya supaya lebih stabil dalam memegang kamera ini. Waktu start-up termasuk cepat, auto fokus cepat (apalagi saat cahaya terang), jeda waktu antar pengambilan gambar juga cepat. Saat playback mode, perpindahan antar foto juga cepat.
Lensa Nikon 1 punya desain yang agak berbeda dengan lensa DSLR Nikon. Tidak ada ring manual fokus, dan tuas untuk beralih dari Auto ke Manual fokus. Untungnya melalui menu kamera bisa juga dilakukan manual fokus dengan pilihan pembesaran 2x, 5x dan 10x untuk melihat detil obyek yang sedang difokus :
Memotret dengan kamera mirrorless yang tidak ada jendela bidik tentu hanya mengandalkan layar LCD sebagai sarana preview gambar (atau live-view). Untungnya apa yang ditampilkan di LCD Nikon 1 terlihat tajam dan jelas, juga tidak terasa ada lag antara gerakan subyek yang akan difoto dengan preview di LCD. Sudut pandang LCD juga sangat baik, dilihat dari sisi ekstrim pun warnanya masih terlihat jelas.
Roda mode kamera
Di bagian atas ada roda mode kamera yang sepintas mirip seperti kamera pada umumnya, walau setelah diperhatikan tidak ditemui adanya mode PASM disini. Sebagai gantinya, hanya ada mode Auto, Creative (menu PASM tersimpan disini), Best moment capture dan Motion snapsot. Ada satu mode lagi yaitu mode movie, walaupun misalnya saat roda mode ada di posisi Auto atau Creative, tombol movie ditekan pun tetap akan memulai perekaman video. Yang saya catat disini, setiap mode punya pengaturan lanjutan tersendiri dengan menekan tombol F (panah atas). Di mode Auto, tombol F membawa kita ke menu dasar seperti Active D-Lighting, Background Softening, Motion control dan kompensasi eksposur. Tapi opsi lebih lengkap lagi ada saat roda dipindah ke posisi Creative, dimana kita akan ketemu dengan PASM, plus scene mode termasuk easy panorama.
Tampilan di mode Auto :
Tampilan di mode Creative :
Sebagai catatan saya, tombol empat arah di belakang juga berfungsi sebagai roda kendali. Jadi misal saya masuk ke mode Creative lalu melalui F saya masuk ke Manual, maka mengganti nilai shutter dan diafragma bisa dengan memutar roda ini. Sayangnya tidak demikian dengan mengganti ISO, karena tidak ada tombol ISO di kamera ini, dan tidak ada jalan pintas apapun selain masuk ke menu. Di mode manual pun seperti kamera Nikon lainnya, tampilan di layar LCD tetap terlihat terang walaupun pengaturan yang kita pilih akan memberikan hasil foto yang gelap, misalnya. Untuk itu alat bantu bernama light meter di layar LCD sebelah kanan perlu untuk dijadikan acuan. Bila indikator naik ke atas (posisi plus) maka fotonya akan terlalu terang, dan sebaliknya. Di mode lainnya, area ini dipakai sebagai tampilan untuk kompensasi eksposur, dari +3 sampai -3 Ev.
Pilihan ISO :
Kompensasi eksposur :
Dengan menekan tombol arah kiri, kamera akan menampilkan opsi drive mode, yaitu apakah mau single shot atau continuous, lalu self timer 10, 5 dan 2 detik juga ada. Menariknya opsi continuous ini ada 4 tingkat kecepatan, yaitu 5 fps, 15 fps, 30 fps dan 60 fps dalam resolusi penuh 14 MP. Luar biasa.. Tombol flash agak tersembunyi di sisi kiri kamera, dan bila ditekan maka lampu kilat akan terangkat keatas. Ada beberapa mode flash termasuk red eye dan rear sync, tapi yang terakhir ini tidak muncul di mode Auto. sebagai info, kemampuan flash sync maksimum hanya bisa 1/60 detik. Hasil foto dengan flash dalam jarak dekat terlihat cukup baik, dengan pencahayaan merata dan eksposur TTL yang tepat. Bila perlu dilakukan kompensasi, kekuatan flash bisa dinaikkan hingga +1 atau diturunkan hingga -3.
Pilihan drive mode :
Pilihan mode flash :
Saat mode video, pengaturan lanjutan akan muncul saat tombol F ditekan, termasuk opsi manual eksposur saat merekam video, dan slow motion video. Sangat menarik mengingat jarang ada kamera yang bisa melakukan perubahan nilai shutter maupun bukaan saat sedang merekam video. Kinerja auto fokus juga terasa cepat saat sedang merekam video, jarang terjadi kamera melakukan hunting fokus yang terlalu lama. Suara motor fokus pun tidak terdengar dalam hasil videonya. Di fitur slow motion 400 fps, kita bisa merekam video dalam waktu hanya 3 detik, namun saat hasilnya diputar ulang akan muncul dalam frame rate normal 30 fps selama 40 detik. Uniknya video ini direkam dalam ukuran yang tidak umum yaitu 640x240 piksel.
Pilihan resolusi video :
Lebih jauh tentang mode fokus kamera Nikon J1 ini, melalui menu bisa dipilih mode fokus AF-A, AF-S, AF-C dan manual fokus (MF). Layaknya di kamera DSLR Nikon, di mode AF-C kamera akan terus melakukan refocus selama tombol shutter ditahan setengah, dan mode ini cocok dipilih apabila benda yang akan difoto bergerak maju mundur. Di mode AF area, ada pilihan Auto area (kamera yang menentukan obyek mana yang ingin difokus), Single Point dan Subject Tracking. Single Point ini sendiri lebih fleksibel karena kitalah yang memilih area yang akan difokus dengan menekan OK lalu tekan tombol 4 arah sampai kotak putih di layar berpindah ke posisi yang diinginkan (akan lebih mudah seandainya kamera ini memakai layar sentuh, tinggal terapkan fitur touch area AF).
Pilihan mode fokus :
Pilihan servo AF :
ISO dan noise
Performa ISO atau kepekaan sensor dari kamera Nikon 1 J3 memang jadi sesuatu yang menarik untuk diketahui, karena ukuran sensor 1 inci yang masih termasuk kecil dibanding sensor DSLR. Kalau kamera DSLR memiliki karakter noise yang masih aman di ISO 1600, lalu kira-kira bagaimana dengan sensor CX 1 inci ini? Sebagai info, ISO dasar kamera ini adalah ISO 160, dan tertinggi adalah ISO 6400. Untuk mengujinya saya menggunakan obyek foto berikut ini dan mengambil cropnya di bagian tengah :
Berikut hasil crop foto yang diambil dengan berbagai nilai ISO :
ISO 160 :
ISO 200 :
ISO 400 :
ISO 800 :
ISO 1600 :
ISO 3200 :
ISO 6400 :
Dari pengujian berbagai nilai ISO diatas terlihat bahwa pada ISO 160-400 kamera Nikon J3 punya hasil yang nyaris sama, dengan noise yang tidak terlihat. Di ISO 800 noise mulai terlihat tapi masih cenderung kepada luminance noise (grain) sementara warna dan detil masih terjaga dengan baik. ISO 1600 adalah batas dimana noise mulai berpengaruh pada detail, walau fitur noise reduction di kamera dimatikan. Tapi mengingat sensor yang diuji berukuran 1 inci, maka kinerja ISO 1600 di kamera ini masih termasuk sangat baik. Di ISO 3200, layaknya kamera lain mulai terjadi pola warna acak yang mulai mengganggu, disebut chrominance noise. Tapi secara umum hasil foto yang didapat di ISO 3200 masih layak pakai dan relatif aman untuk dicetak ukuran sedang. ISO tertinggi yaitu ISO 6400 adalah dimana kamera memaksakan sensor ke batas kinerjanya dan terlihat penurunan detil yang nyata, disertai crhorminance noise yang mengganggu dan bintik-bintik yang sangat banyak.
Untuk memudahkan pemakaian sehari-hari, Nikon J3 menyediakan Auto ISO yang bervariasi nilai maksimumnya, yaitu maks. ISO 800, maks. ISO 3200 dan maks ISO 6400 (saya tidak tahu kenapa tidak ada maks. ISO 1600). Tapi melihat kinerja ISO kamera ini, memilih ISO Auto yang maks. ISO 3200 sepertinya pilihan yang lebih pas.
Sampel foto
Berikut adalah beberapa sampel foto yang diambil dengan kamera Nikon J3 dalam resolusi yang dikecilkan, untuk ukuran aslinya bisa di-klik di link originalnya.
Warna, detil dan kontras di mode P : ( original)
Manual mode, manual fokus, ISO 160, shutter 4 detik : ( original)
Foto aksi, drive mode pada continuous shoot 15 fps : ( original)
Kesimpulan
Nikon 1 memang unik, hadir saat pesaing sudah cukup matang dalam membuat kamera mirrorless, Nikon menghadirkan format CX dengan sensor 1 inci dan crop factor 2,7x yang belum pernah dikenal sebelumnya. Sebagai pengisi segmen menengah di jajaran Nikon 1, Nikon J3 adalah kamera generasi ketiga yang tentunya sudah lebih matang dan belajar dari kekurangan seri sebelumnya. Walau masih dengan bentuk yang mirip, Nikon J3 mengalami berbagai peningkatan seperti kinerja dan juga resolusi sensor.
Bentuk dan proporsi kamera dan lensa kit Nikon J3 berimbang, dengan lensa yang tidak terlihat dominan dan lebih besar daripada kameranya. Layar LCD tajam dan punya sudut pandang yang bagus, plus tidak terasa ada lag seperti LCD kamera lain. Sayangnya tidak ada fitur layar sentuh yang biasanya membantu untuk memilih titik fokus dengan cepat, atau mengakses menu. Dilihat dari hasil foto, tak dipungkiri Nikon J3 dengan sensor CMOS 1 inci 14 MP ternyata bisa memberi hasil foto yang sangat baik. Detil terekam dengan jelas, warna dapat direproduksi dengan baik, noise yang terkendali dan rentang dinamis yang lumayan lebar. Nilai plus juga ditujukan untuk lensa kitnya, walau minus fitur VR, tapi berhasil memberi ketajaman yang baik dan distorsi yang rendah (walaupun fokal lensanya 11-27.5mm).
Dari sisi kinerja, kecepatan tembaknya memang mengagumkan. Apalagi didukung kecepatan auto fokusnya yang tinggi, maka saat continuous shooting hingga 15 fps masih bisa dilakukan refocus untuk setiap framenya (selebihnya, saat 30 dan 60 fps mengacu pada jarak fokus yang pertama didapat). Akurasi fokus dan kemampuan tracking subyek juga baik, berkat dipakainya hybrid AF di kamera ini. Untuk yang hobi fotografi tentu masih merasa tenang dengan adanya manual mode, apalagi bisa memilih shutter dari 30 detik sampai 1/16000 detik dan bisa memilih file RAW 12-bit.
Sebagai kamera menengah di jajaran Nikon 1, kamera Nikon J3 memang tidak dilengkapi dengan berbagai fitur kelas atas seperti kakaknya Nikon V2, seperti jendela bidik elektronik dan fitur CLS untuk mengendalikan flash eksternal. Secara fungsi Nikon J3 lebih untuk kebutuhan fotografi maupun videografi sehari-hari yang tetap responsif dan bisa diandalkan. Salah satu yang menarik (dan berguna) adalah bisa mengambil foto walau sedang merekam video. Tombol video juga bisa dipakai untuk memulai rekam video, walaupun roda mode kamera bukan berada pada posisi movie. Adanya roda di bagian belakang juga sangat membantu banyak hal, seperti mengganti setting atau melihat foto-foto yang sudah diambil. Kalaupun ada yang dirindukan di kamera ini adalah tombol langsung ke ISO, atau minimal tombol F bisa dikustomisasi jadi fungsi lain.
|