Review Kamera DSLR Canon EOS 1100D Tanggal publikasi: 10-11-2011 17:12:13, Kontributor: Erwin Mulyadi
Canon EOS 1100D
adalah penerus dari EOS 1000D mengalami sejumlah peningkatan seperti resolusi
sensor, jumlah titik AF, modul metering, prosesor dan yang terpenting adalah
adanya fitur HD movie. Beberapa fitur dari 1100D pun bahkan menyamai fitur dari
550D/600D sehingga banyak yang bertanya apakah 1100D ini sudah cukup handal
untuk dipakai sebagai ’senjata’ para fotografer.
Sebelumnya
mari kita simak apa yang ditawarkan oleh DSLR basic ini :
- sensor
CMOS 12 MP
- prosesor
Digic IV
- kemampuan
merekam HD movie 720p
- kemampuan metering dengan
63 zone (fokus, warna dan luminance)
- memakai modul AF dengan 9 titik (satu
yang ditengah cross type)
- mencapai
ISO 6400
- kecepatan burst
3 fps
- LCD 2,7 inci dengan resolusi 230 ribu
piksel
- HDMI out
- dijual
bersama lensa kit 18-55mm IS mark II
Bila dibanding dengan EOS 600D, maka perbedaannya
hanya di megapiksel (12 MP vs 18 MP), resolusi HD video (720p vx 1080p) dan
sedikit lebih cepat (3 fps vs 3,7 fps). Selain itu 600D punya layar LCD
resolusi tinggi yang bisa dilipat dan bisa mentrigger lampu kilat
eksternal secara wireless. Namun keduanya sama dalam hal desain
(termasuk pentamirror dan bodi plastik), modul AF 9 titik, modul
metering 63 zone (yang persis sama seperti di EOS 7D) dan ISO 6400.
Tinjauan fisik
Kita
mulai saja. Bodi EOS 1100D
terbuat dari bahan plastik dengan tekstur yang terlalu halus tanpa tekstur,
agak terkesan murahan. Gripnya pun akan terasa relatif kecil bagi orang yang
bertangan besar. Desain secara umum 1100D memang tipikal Canon EOS pemula
dengan bagian atas terdapat tombol ON-OFF, satu roda putar untuk mengatur
eksposur, satu mode dial dan satu tombol untuk menyalakan flash. Semuanya
terkonsentrasi di sebelah kanan sehingga mudah dijangkau jari telunjuk kanan Flash
hot shoe berada di tengah dan diapit oleh built-in flash yang sudah
mendukung E TTL-II.
Pada bagian depan
terdapat mount untuk tempat memasang lensa, dengan dua titik indikator
berwarna putih (untuk lensa EF-S) dan merah (untuk lensa EF). Tidak ada sistem
pembersih debu otomatis di EOS 1100D, untuk membersihkan debu anda perlu masuk
ke menu untuk mengangkat cermin dan membersihkan debu secara manual. Di sebelah mount lensa ada lampu
untuk mengurangi mata merah akibat kena cahaya lampu kilat, dan sebuah microphone
mono diatas logo EOS 1100D yang berfungsi untuk merekam suara saat mode movie.
Pada
bagian belakang, tempat dimana berbagai tombol penting dan layar LCD, tertata
dengan cukup apik. Pada EOS 1100D terdapat tombol penting untuk mengakses menu
cepat yaitu tombol ‘Q’ (Quick Menu) dan ada juga tombol dengan titik
merah untuk Live view (yang juga berfungsi untuk memulai dan
mengakhiri perekaman video). Jendela bidik optik pada EOS 1100D punya cakupan
95% dan pembesaran 0,8 kali, tentu saja bukan yang terbaik namun cukup terang
untuk dilihat. Terdapat roda
kecil pengatur diopter untuk menyesuaikan fokus jendela bidik bagi mereka yang
berkaca mata. Sayangnya tidak ada sensor yang mendeteksi saat kita mengintip di
jendela bidik, sehingga LCD akan tetap menyala saat mata kita menempel di
jendela. Penempatan baterai LP-E10 dan memory card terdapat di
bagian bawah dengan pintu yang sama, sementara pintu samping bila dibuka akan
menampakkan port untuk remote, port HDMI dan port USB, namun tidak ada port
untuk menghubungkan mic eksternal.
EOS 1100D
dibekali dengan lensa kit EF-S 18-55mm f/3.5-5.6 IS. Lensa dengan mount
plastik ini punya diameter filter 58mm dan sudah dilengkapi dengan peredam
getar (stabilizer). Pada bagian kiri terdapat dua tuas, yaitu tuas
Auto atau Manual fokus (AF-MF) dan satu lagi tuas untuk mengaktifkan stabilizer.
Akibat sensor APS-C dengan crop factor 1,6x maka lensa kit ini akan
memiliki fokal setara dengan 29-88mm yang sudah mencukupi untuk kebutuhan
sehari-hari. Ring manual fokus terdapat di paling depan lensa dan ikut berputar
saat kamera mencari fokus, tipikal lensa kit murah meriah pada umumnya, singkat
kata lensa ini tidak nyaman dipakai untuk manual fokus.
Tampilan
di layar untuk Quick Menu akan nampak seperti ini :
Dari info di
layar bisa diketahui dengan cepat mode yang sedang dipakai, nilai shutter,
bukaan, ISO dsb. Terdapat
juga informasi sisa baterai dan berapa foto yang masih bisa diambil dengan
memori yang ada. Bila mode dial diputar ke mode Creative Auto akan
tampil seperti ini :
Mode
ini menjadi ciri dari DSLR pemula, dimaksudkan untuk memudahkan yang belum
mengerti bagaimana cara membuat latar menjadi blur dan sebagainya. Di
Nikon D3100 terdapat Guide Mode yang relatif sama seperti ini.
Kinerja
Kamera
EOS 1100D bukan didesain untuk bekerja cepat. Namun ternyata waktu yang
dibutuhkan untuk start-up, shutter lag, shot-to-shot
dan auto fokus terasa sudah cukup cepat (pengujian memakai lensa kit dan lensa
50mm f/1.8). Suara dari motor
lensa yang sedang mencari fokus juga terdengar keras, namun akurasi fokusnya
tetap terjaga berkat modul 9 titik AF yang dipakainya. Kita bisa mengganti mode
AF dari Auto ke manual point selection dengan menekan tombol AF dengan jempol
kanan (tombolnya ada disebelah kanan tombol bintang). Sebagai info, di jendela
bidik juga bisa dilihat 9 titik AF dan akan menyala merah bila aktif.
Untuk mode fokus
yang disediakan sama saja seperti DSLR Canon lain yaitu terdapat mode
ONE SHOT (benda diam), AI FOCUS dan AI SERVO
yang untuk benda bergerak. Saat memakai mode AI SERVO, tombol rana harus tetap
ditekan supaya kamera bisa terus mencari fokus. Saya rasakan kecepatan dan
ketepatan AI SERVO ini lumayan baik saat mencari benda bergerak, meski bila
memakai lensa USM pasti akan terasa lebih baik lagi.
EOS 1100D tidak
menyediakan fitur spot metering, karena di pilihan mode metering hanya tersedia
tiga mode yaitu Evaluative, Center Weighted dan Partial.
Sebagai default untuk kebanyakan kondisi pemotretan bisa dipakai mode yang Evaluative,
namun untuk kondisi pencahayaan yang lebih kontras bisa pakai mode lain.
Dipakainya
sensor CMOS 12 MP dipadu dengan prosesor Digic IV membuat EOS 1100D ini punya
kemampuan ISO tinggi yang mengesankan, bahkan pada ISO 6400 sekalipun noisenya
masih relatif terjaga dan reproduksi warnanya pun tidak terlalu meleset. ISO
6400 adalah ISO maksimal untuk EOS 1100D, tidak ada pengaturan ISO
expansion di Custom Function. Untuk hasil terbaik dari ISO tinggi di kamera ini bisa memakai file RAW
lalu diolah sendiri di komputer untuk mengurangi noisenya.
Live-view saat mode foto :
Live-view saat mode movie :
Bila tombol
live-view ditekan, terdengar suara cermin terangkat sebagai tanda kamera
memasuki mode live-view, selanjutnya layar LCD akan menampilkan gambar
preview layaknya kamera non DSLR. Kinerja kamera saat live-view
juga sudah baik, layar menampilkan preview dengan warna akurat dan
tidak kedodoran saat kamera digerakkan. EOS 1100D bahkan bisa menampilkan
histogram di pojok kanan atas. Mode auto fokus saat live-view dan saat
merekam movie ada tiga pilihan, yaitu deteksi kontras (AF Live), deteksi
wajah dan deteksi fasa dengan 9 titik AF (yang terakhir ini paling cepat
mengunci fokus namun akan LCD gelap sejenak). Dengan deteksi kontras, kita bisa
menggerakkan kotak auto fokus yang berada di tengah ke mana saja di bidang foto
dengan menekan tombol empat arah. Begitu tombol rana ditekan setengah, kamera
perlu 2-3 detik untuk mengunci fokus. Cukup lama memang, bahkan akan semakin
parah bila kondisi cahaya kurang atau memotret sesuatu yang minim kontras. Maka
itu gunakan mode ini hanya untuk memotret benda yang tidak bergerak, cukup
cahaya dan cukup kontras. Kamera akan meninggalkan mode live-view
bila dalam waktu tertentu tidak ada operasi apapun (sekitar 5 detik), guna
mencegah sensor menjadi terlalu panas.
Tidak ada pilihan
lain untuk resolusi video selain HD movie 1280 x 720 piksel. Pilihannya hanya
apakah kita mau memakai 30 fps atau 25 fps saja. Dengan menekan tombol live-view
saat mode dial dalam posisi Movie, maka kamera akan mulai merekam video.
Tampilan di layar akan berubah menjadi format 16:9 dalam mode rekam video
sesuai format HD video. Picture Style dan Auto Lighting Optimizer
juga bisa diaplikasikan pada saat merekam video, meski sayangnya tidak ada
pengaturan manual eksposur pada saat merekam video, bahkan ISO pun tidak bisa
diganti (hanya ada kompensasi dan penguncian eksposur saja). Selain itu tidak
ada continuos focus saat merekam video, kamera hanya mencari fokus
sekali saat awal merekam, lalu bila ingin merubah fokus maka hanya bisa lewat
manual fokus dengan memutar ring di lensa, atau menekan tombol rana (namun
fitur ini perlu di enable dulu di menu).
Dengan menekan
tombol playback (bentuknya segitiga berwarna biru) akan masuk ke hasil
foto atau video di kartu memori. Dengan menekan tombol info akan ditampilkan
berbagai informasi di layar mengenai parameter foto seperti histogram dan data
lainnya seperti gambar di atas. Meski EOS 1100D tergolong kamera pemula,
informasi di layar sangat lengkap termasuk RGB histogram pun ada. Sayangnya
seperti biasa, Canon tidak menyediakan informasi berapa fokal lensa yang
dipakai pada setiap fotonya
Hasil foto 1100D bila memakai ISO tertinggi pun masih cukup baik, apalagi bila
cukup cahaya. Sebuah kinerja yang memuaskan mengingat harga jual kamera ini
yang terjangkau. Anda bisa dengan tenang memakai ISO 1600 sebagai batas antara
kualitas dan noise, sedang ISO 3200 dan 6400 bisa dipilih bila kondisi memaksa.
Kesimpulan
Sebagai
penutup, kesan kami terhadap kamera ini cukup memuaskan terutama dalam hal
kualitas hasil foto dan ISO tingginya. Ditunjang dengan sensor CMOS 12 MP dan
Digic 4 yang mumpuni, soal hasil foto tentu sudah tidak diragukan. Untuk hasil
foto terbaik tinggal mencari lensa yang lebih baik, memotret memakai RAW atau
memaksimalkan Picture Style saja. Dengan harga 4,5 juta saat ini,
sebuah DSLR modern dengan lensa kit IS, bisa HD movie dan punya 9 titik AF
tentu sudah tergolong best buy. Apalagi beragam lensa EF, EF-S dan
merk 3rd party (Sigma, Tokina dsb) dengan Canon mount
bisa dipakai semuanya tanpa kuatir masalah kompatibilitas auto fokus. Titik
lemah kamera ini ada pada hal-hal yang tidak berkaitan langsung dengan foto
yang dihasilkan, misal material bodi yang tidak semantap EOS diatasnya, layar
LCD yang kurang besar dan kurang detil serta ada beberapa fitur yang dihilangkan
(spot metering, anti debu, manual eksposur saat merekam video). Selain itu burst kamera
ini cuma 3 fps yang masih dirasa kurang cepat.
|