Menguji kinerja lensa Nikon AF 105mm f/2 DC Tanggal publikasi: 24-07-2012 10:10:41, Kontributor: Erwin Mulyadi
Kali ini saya ingin berbagi info tentang sebuah lensa potret fix yang cukup unik yaitu Nikon AF DC-Nikkor 105mm f/2 D. Lensa Nikon buatan tahun 1993 ini punya kelebihan khusus yaitu punya fitur Defocus Control, atau kendali bokeh, berupa ring yang bisa diputar ke posisi F (Front) atau R (Rear). Nikon hanya memproduksi dua lensa dengan fitur DC, yaitu lensa ini dan satu lagi lensa fix 135mm f/2 DC.
Sebagai lensa fix, Nikon 105mm f/2 ini tentu sanggup memberi ketajaman maksimal dan bokeh yang menawan. Lensa yang masih dilengkapi dengan ring aperture ini bisa diputar dari bukaan terbesar f/2 hingga minimum f/16, dengan total ada 9 bilah diafragma yang lebih baik untuk membuat bulatan (circular) bokeh (daripada yang 8 bilah apalagi 7 bilah). Untuk memasang lensa ini di kamera DSLR Nikon kita harus memutar ringnya ke f/16 lalu dikunci, kalau tidak maka di kamera akan muncul error fEE.
Meski lensa ini termasuk lensa fix, tapi ukurannya lumayan besar dengan diameter filter 72mm. DIdalamnya terdapat 6 elemen lensa yang tersusun dalam 6 grup, dan memiliki jendela informasi pengukuran jarak. Lensa ini bertipe AF-D yang artinya belum punya motor fokus didalamnya, kalau kamera anda adalah Nikon pemula (D5100 atau D3100) maka anda perlu memakai manual fokus, yang untungnya di lensa ini terasa mantap dan presisi. Ada sedikit perbedaan antara lensa ini dengan lensa Nikon pada umumnya, kalau biasanya untuk beralih dari auto fokus (AF) ke manual fokus (MF) kita cukup menggeser tuas, maka di lensa ini tuasnya berbentuk ring yang melingkari lensa, kita harus menekan satu tombol lalu memutarnya. Unik..!
Saya penasaran dengan kinerja dan kemampuan kendali bokeh dari lensa klasik seberat 620 gram ini. Soal ketajaman tentu tak perlu diragukan, lensa ini tajam bahkan di posisi bukaan maksimal f/2. Sayangnya lensa ini cuma punya kemampuan reproduksi rasio 1:7,7 yang artinya tidak bisa mengunci fokus bila obyeknya berada lebih dekat dari 90 cm dari kamera. Tapi karena lensa ini bukan lensa makro, dan mengingat fokalnya yang 105mm (setara 160mm di kamera DX) maka lensa ini memang lebih banyak dipakai untuk memotret obyek yang agak jauh dan bukan untuk foto close up atau benda-benda yang kecil.
Keunggulan utama lensa ini adalah adanya pengaturan bokeh. Menurut website Nikon, dengan lensa ini ‘photographer can control the degree of spherical aberration in background or foreground elements for more creative control’. Nikon menyediakan satu ring DIC (Defocus Image Control) yang bisa diputar dari nilai 0 ke angka 2, 2.8, 4 dan 5.6 untuk ke arah kanan (R=Rear) atau kiri (F=Front). Cara memakainya cukup mudah, tekan dulu tombol kunci ring lalu pastikan kita memutar ring ke angka yang sesuai dengan bukaan aktual yang kita pakai. Misal kita memotret memakai f/2.8 maka putarlah ring DIC ke angka 2,8 (bisa F atau R). Kenapa hanya sampai 5,6? Karena untuk mendapat bokeh yang baik memang hanya bisa dengan memilih diafragma yang relatif besar, jadi bokehnya bakal kurang oke kalau pakai f/8 apalagi f/11.
Pilihan R (Rear) atau F(Front) disediakan untuk memilih area mana yang akan bokehnya akan diatur. Kalau DIC diputar ke arah R maka semua area di belakang obyek yang difokus bisa diatur bokehnya, sebaliknya kalau diputar ke arah F maka area yang ada di depan obyeklah yang akan mengalami efek Defocus Control. Bila ring DIC ada di posisi 0 maka lensa ini tak ubahnya seperti lensa fix biasa yang tetap bisa membuat bokeh yang baik. Perlu diingat kalau proses pemutaran ring ini akan mempengaruhi fokus sehingga lakukan dulu pengaturan Defocus (putar ke angka yang diinginkan) barulah melakukan auto fokus (atau manual fokus).
Saya menguji lensa ini memakai DSLR Nikon D90 dan hanya mencoba membandingkan bedanya antara memakai Defocus Rear dan tanpa Defocus. Saya mencoba untuk semua nilai aperture dari f/2, f/2.8, f/4 dan f/5.6 untuk membandingkan perbedaan efek Defocusnya. Gambar di sebelah kiri dihasilkan tanpa fitur Defocus, sedangkan di sebelah kanan dengan memutar Defocus Control ke R.
Pada posisi bukaan f/2 :
Pada posisi bukaan f/2.8 :
Pada posisi bukaan f/4 :
Pada posisi bukaan f/5.6 :
Dari gambar diatas tampak bahwa perbedaan antara memakai Defocus dan tidak memang tidak begitu terlihat. Namun bila dicermati dengan detil di area out of focus akan terlihat lebih blur, sementara area yang fokus tentunya tetap saja tajam. Bila bukaan dikecilkan tampak area yang blur semakin jelas dan pada f/5.6 semakin tampak detil dari background di contoh diatas.
Saya juga menguji ketajaman lensa ini untuk berbagai nilai bukaan. Gambar diatas saya ambil dengan berbagai nilai bukaan yang berbeda yaitu maksimum (f/2), f/4, f/8 dan minimum (f/16). Area kotak merah adalah area yang saya crop untuk dilihat ketajamannya. Hasil cropnya adalah seperti berikut ini :
Pada posisi bukaan f/2 :
Pada posisi bukaan f/4 :
Pada posisi bukaan f/8 :
Pada posisi bukaan f/16 :
Pada crop pertama di f/2 lensa ini tampak sudah bisa menghasilkan gambar yang tajam meski tampak ada sedikit purple fringe di area perbatasan kontras tinggi. Pada bukaan f/4 ketajaman semakin membaik dan pada f/8 gambar terlihat paling tajam serta latar belakang jadi nampak lebih jelas. Pada f/16 ketajaman menurun cukup drastis dan gambar terlihat lebih soft akibat batas difraksi.
Sebagai kesimpulan, lensa AF DC Nikkor 105mm f/2D ini memang mengesankan dalam hal ketajaman, kendali bokeh, kenyamanan manual fokus dan kualitas bodinya yang kokoh. Fitur Defocus Control merupakan hal yang unik dan berguna bagi yang suka potret atau still life, karena bisa mengatur lebih lanjut blur depan dan belakang. Kalaupun ada fitur masa kini yang tidak dijumpai di lensa ini adalah fitur VR yang cukup dibutuhkan karena fokal lensa ini sudah tergolong tele, sehingga saat memakai shutter speed agak lambat (dibawah 1/100 detik) perlu lebih kokoh dalam memegang kamera, atau lebih aman tentu menggunakan tripod.
|